Uang Panai' dan Cerita Yang Melekat di Dalamnya
Tidak semua yang berencana akan menikah, akan diberi nikmat berupa kelancaran menuju hari yang dinanti. Sebagian, ada yang harus melewati jalan penuh tantangan sebelum akhirnya bisa sampai ke pelaminan.
Saat proses merencanakan persiapan, berbagai macam kendala atau ujian bisa saja muncul. Ada yang bisa berhasil melewati meski terseok-seok, tidak sedikit juga yang akhirnya harus menelan pil pahit berupa gagal menikah.
Dalam kehidupan sosial saya pribadi, satu hal yang seringkali menjadi ujian dalam merencanakan pernikahan adalah perkara uang panai'. Ya, bagi masyarakat suku Bugis dan Makassar, uang panai' adalah aturan adat yang mengekor dengan pesta pernikahan. Dalam kata lain, uang panai' punya peran penting dalam menentukan jadi atau tidaknya pernikahan dilangsungkan.
Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya saya jelaskan sedikit perihal uang panai'.
Apa itu Uang Panai'?
Uang panai' atau yang secara harfiah disebut juga dengan uang naik/yang dinaikkan adalah sejumlah uang yang diserahkan oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada pihak calon mempelai perempuan. Dalam penggunaannya, uang panai' digunakan untuk keperluan belanja resepsi pernikahan. Jadi, posisinya tidak sama dengan mahar.
Tidak ada ilmu pasti dalam menentukan besaran uang panai'. Aturannya hanya didasarkan pada kesepakatan kedua pihak keluarga dengan landasan dua faktor utama yaitu, latar belakang sosial dan pendidikan calon mempelai perempuan. Keluarga calon mempelai perempuan dari kalangan sosial dan pendidikan tinggi, biasanya punya standar tinggi dalam menentukan uang panai'.
Apakah kemudian standar tersebut bisa terpenuhi? Tentu saja bergantung pada kemampuan pihak laki-laki. Jika menemui kesepakatan, pernikahan bisa berlangsung. Jika tidak, ya … kandas sudah.
Perihal uang panai', baru-baru ini MUI Sulsel pun sudah mengeluarkan fatwa. Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa uang panai' hukumnya mubah atau diperbolehkan. Dengan catatan, sesuai prinsip syariah yakni mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan pihak laki-laki. Dalam fatwa tersebut, tidak disebutkan batas maksimum besaran uang panai', hanya berlandaskan kesepakatan kedua belah pihak.
Jadi, lagi-lagi belum ada regulasi yang pasti perihal hitung-hitungan besaran uang panai'. Semuanya dikembalikan pada kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap memperhatikan kesanggupan pihak laki-laki.
Jika dilihat secara utuh, uang panai' ini memang punya dua peran dalam rencana pernikahan. Pertama sebagai aturan adat, kedua sebagai ujian. Kenapa saya sebut sebagai ujian? Karena tidak semua pihak laki-laki bisa dimuluskan dalam memenuhi besaran uang panai' yang sudah disepakati bersama.
Kadang, ada yang harus mengakui mundur di tengah jalan karena memang tidak sanggup meski sudah mengupayakan banyak hal. Ada pula yang meskipun berhasil, tetapi meninggalkan cerita-cerita nyesek seperti terpaksa menjual atau menggadaikan aset demi memenuhi uang panai'. Tidak sedikit juga yang memilih berutang agar bisa memenuhi uang panai'.
Perkara uang panai' ini memang jadi satu fenomena unik tersendiri di kalangan suku Bugis dan Makassar. Pasalnya, dalam menentukan besarannya, terkadang ada yang memasukkan unsur gengsi di dalamnya. Kadang, karena faktor gengsi itu, fakta bahwa kedua calon mempelai adalah pihak yang saling mencintai dan punya rencana baik, jadi di kesampingkan—kalau tidak bisa dibilang dilupakan.
Nah, fenomena seperti itulah yang kemudian terasa sebagai ujian sebelum pernikahan. Kalaupun calon mempelai perempuan tidak sepakat dengan apa yang telah ditetapkan oleh keluarganya sendiri, pada kenyataannya tidak semua perempuan punya keberanian untuk menentang. Apalagi sampai terlibat dalam membantu pihak laki-laki menyiapkan uang panai'.
Adu gengsi dalam penetapan besaran uang panai' juga tidak lepas dari stigma sosial yang masih berlaku. Menikah dengan uang panai' sedikit yang otomatis resepsinya sederhana, bisa dicurigai hamil duluan. Padahal, pada kenyataannya memang tidak ada korelasinya.
Sampai saat ini, orang-orang di sekitar saya yang mendengar kabar pernikahan, yang paling duluan ditanyakan adalah uang panai'. Berapa uang panai'nya. Jadi memang sebegitu pentingnya peran uang panai' dalam sebuah proses pernikahan.
Meski banyak cerita sedih yang menyelimuti kehadiran uang panai', tetapi ia tetaplah aturan adat yang sudah telanjur mengikat. Sejak awal, ia hadir sebagai penghargaan kepada perempuan. Sebagai bentuk ujian kepada pihak laki-laki sebelum meminang pujaan hati.
Yang kemudian membelokkannya menjadi sesuatu yang terkesan buruk adalah adu gengsi dan stigma negatif yang dilekatkan pada perempuan dengan pesta sederhana karena uang panai' tidak banyak.
Di luar dari cerita-cerita menyedihkan tersebut tentu saja banyak pula cerita-cerita yang membahagiakan, meski tetap ada aturan uang panai' yang mengikat. Di berbagai media bahkan sering muncul kabar tentang mempelai perempuan dengan uang panai' yang jumlahnya fantastis.
Cerita tentang sepasang kekasih gagal menikah karena kendala uang panai' atau sepasang kekasih yang silariang (kawin lari) karena persoalan yang sama, memang banyak terjadi. Namun, cerita bahagia dari pernikahan yang mewah karena uang panai'nya banyak juga tidak luput hadir di tengah-tengah masyarakat.
Paling tidak, masyarakat yang mendengar kabar tentang pernikahan dengan uang panai' yang wow, bisa ikut berbahagia, meski hanya kebahagiaan yang semu.
Semoga artikel ini bermanfaat ya!
Author : UtamyyNingsih
Post a Comment for "Uang Panai' dan Cerita Yang Melekat di Dalamnya"