Patane, Kuburan di Toraja yang Bentuknya Menyerupai Rumah
Ketika mendengar atau membaca kata Toraja, maka hal yang biasanya terlintas di pikiran seseorang adalah keindahan alam dan keunikan budayanya. Ya, Toraja memang terkenal dengan rambu solo’. Upacara kematian yang terdiri dari serangkaian prosesi adat.
Di Toraja, makam atau pekuburan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Gua yang berisi peti mati dengan tengkorak dan tulang-belulang manusia yang ada di sekitar gua, menjadi pemandangan yang...ngeri-ngeri indah.
Patane, Kuburan di Toraja
Selain gua, orang-orang Toraja juga punya patane.
Kuburan berbentuk bangunan yang menyerupai sebuah rumah. Patane yang
sama seperti kuburan lainnya di Toraja (berisi peti mati/peti mayat), disebut
juga dengan banua tang merambu. Banua artinya rumah, tang artinya
tidak, merambu artinya berasap. Banua tang merambu berarti rumah
yang tidak berasap. Secara harfiah diartikan juga sebagai rumah yang sudah
tidak ada kehidupan di dalamnya.
Patane itu sendiri
berupa makam atau kuburan keluarga. Jadi setiap rumpun keluarga pada umumnya
sudah punya patane masing-masing. Untuk mengetahui sebuah patane
itu milik rumpun keluarga siapa, biasanya di bagian depan ada nama leluhur
(nama nenek/kakek) atau nama orang yang menghuni patane tersebut. Ada
juga yang meletakkan foto orang meninggal yang ada di dalam patane dan ada
juga yang meletakkan/memajang tau-tau (patung/replika orang yang sudah
meninggal).
Bentuk dan ukuran patane juga
macam-macam. Tidak ada aturan pasti bahwa sebuah patane itu harus
seperti apa besarnya. Ada yang minimalis, ada juga yang luas banget. Di kampung
ibu saya, ada bahkan patane yang ukurannya jauh lebih besar dan luas
dibandingkan rumah saya di Makassar, wqwqwq.
Ketika di Toraja, saya selalu antusias kalau
diajak ziarah ke patane. Patane keluarga saya di kampung itu letaknya
ada di atas bukit. Jadi, kalau mau ke sana harus sedikit mendaki. Nggak terjal
sih, tapi tetap saja kadang bikin capek juga, wqwqwq.
Untungnya, di sepanjang jalan menuju patane
itu pemandangannya keren banget. Keren tapi bikin merinding juga sih
sebenarnya. Kadang, dengar suara angin saja, saya sudah takut sendiri, hahaha.
Setiap kali ke patane, saya juga suka kalau
nenek saya ngomong kepada para penghuni patane. Ceritanya lagi ngobrol. Apa saja dibahas.
Kadang cerita tentang masalah keluarga juga. Padahal ya nenek saya itu cuma ngomong
sendiri. Harusnya memang begitu sih, kan justru ngeri kalau sampai yang di
dalam patane malah nyaut.
Ketika ziarah itu, kami juga bawa “oleh-oleh”.
Biasanya ada permen, sirih, rokok, kue, kopi, teh, tuak, kalau di dalam patane
ada anak kecil, kami juga biasanya bawa susu, dan lain sebagainya. Ada juga sih
yang biasanya bawa uang.
Nah, paling horor kalau nenek sudah meminta
para penghuni patane untuk “bangun”, menikmati apa yang sudah kami bawa.
Itu kalau yang di dalam beneran bangun kan repot, yah? Tapi tentu saja, bukan
seperti itu maksud nenek. Maksudnya tuh yah rohnya gitu yang dipersilakan untuk
menikmati. Sekadar basa-basi aja gitu ceritanya.
Meskipun patane itu adalah kuburan, tetapi ada juga
orang yang nggak ada takut-takutnya sama sekali. Bahkan bisa dibilang nekat.
Pernah ada kejadian, pintu patane dirusak sama orang yang tidak
diketahui. Peti yang ada di dalam patane letaknya jadi berubah. Miring-miring
gitu. Kelihatan banget ada orang yang habis ngegeser. Orang itu sih diduga mau
mencuri barang berharga yang ikut dimasukkan ke dalam peti orang yang sudah
meninggal.
Di dalam peti mati itu memang biasanya barang
berharga atau barang kesayangan orang yang meninggal, ikut dimasukkan. Barang
yang ikut dimasukkan bisa apa saja; bisa baju, emas, hape, sepatu, pokoknya
macam-macamlah. Sepupu saya ada tuh yang helm kesayangannya yang dia pakai
waktu kecelakaan—kemudian meninggal—, ikut dimasukkan ke dalam peti.
Ketika mendengar cerita orang yang mau mau
mencuri di patane tersebut, saya benar-benar takjub. Saya tuh ke patane
aja nggak berani lama-lama. Lah, ini kok bisa sampai mau mencuri? Ngeri sendiri
saya.
Jadi, kalau teman-teman berkunjung ke Toraja
kemudian melihat ada bangunan yang mirip kayak rumah,tetapi nggak ada jendela,
cuma ada pintu, itu pun pintunya tertutup rapat, bisa jadi itu patane, yah.
Jangan heran kalau sudah capek-capek ngetuk, tetapi nggak
ada orang yang keluar. Justru, kalau ada penghuninya yang keluar, kalian
mungkin bisa pipis di tempat, hahaha.
Author : Utamyyningsih
Jadi, kalau ke Toraja harus paham dan bisa membedakan jadinya ya kak antara pemukiman warga beneran dan ... ya
ReplyDelete