Curhat Soal Keributan Pemulasaraan Jenazah Covid di Sebuah RS di Malang
Pada hari Jumat, tanggal 9 Juli 2021 ada satu tragedi tak pantas saat pemulasaraan jenazah Covid dilakukan di sebuah RS di Malang. Kejadian tersebut tentu menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih bersabar lagi menghadapi badai pandemi kali ini. Keributan apa itu?
source : baznas.go.id |
Salah Satu Keluarga Jenazah Bikin Ribut di Rumah Sakit Saat Prosesi Pemulasaraan Jenazah Covid
Pada hari Jumat, tanggal 9 Juli 2021 sebut saja Rumah Sakit A dihubungi oleh Rumah Sakit B untuk meminta perawatan jenazah. Kemudian RS A pun menyanggupi permintaan dari RS B. Namun dengan syarat jenazah dikirimkan setelah salat Jumat.
Namun ternyata pihak RS B mengirim jenazah ke RS A sebelum salat Jumat (tidak sesuai kesepakatan gitu lah). Ditambah keluarga jenazah banyak yang tidak memakai masker saat salat Jumat di masjid. Tentu ini membuat petugas lumayan kerepotan karena mereka tidak mau mematuhi peraturan Rumah Sakit. Meskipun begitu tetap saja petugas harus melakukan tugasnya kan.
Lalu setelah salat Jumat barulah dilakukan perawatan jenazah oleh tim RS A dengan ditemani oleh dua orang anggota keluarga.
Setelah selesai perawatan jenazah, sesuai SOP akan dimasukkan ke dalam peti karena jenazah kiriman dari RS B ini meninggal karena Covid-19. Pada awalnya keluarga menolak tindakan tersebut. Setelah dimandikan, jenazah akan dikafani dan belum ditutup, namun keluarganya minta untuk melihat lalu diperbolehkan oleh petugas RS A.
Petugas juga sudah mengingatkan untuk tidak mendokumentasikan apapun (baik dalam bentuk foto maupun video). Awalnya keluarga patuh. Lalu satu per satu keluarga melihat, hingga proses pengkafanan selesai. Namun, ketika akan dimasukkan peti, keluarga protes.
Akhirnya petugas menjelaskan kalau SOPnya harus dimasukkan ke peti sesuai dengan SOP dari RS dan dari PSC. For your information, PSC adalah layanan cepat tanggap darurat kesehatan yang diberikan oleh pemberi layanan (tenaga kesehatan) kepada masyarakat, dalam hal ini PSC berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan.
Awalnya keluarga bersikeras tidak mau menerima. Sampai akhirnya ada satu keluarga yang menenangkan dan mau mengikuti sesuai dengan SOP. Setelah itu jenazah akan dimasukkan ke dalam peti. Ketika akan dimasukkan ke dalam peti, keluarga protes lagi karena petugasnya laki-laki sedangkan jenazahnya perempuan.
Karena sudah dijelaskan oleh petugas namun keluarga bersikeras tidak berkenan, akhirnya keluarga dipersilakan untuk mengangkat sendiri jenazah untuk dimasukkan ke dalam peti. Namun keluarga juga tidak ada yang mau pada akhirnya.
Repot kan? Kalau saya menjadi petugas atau relawana di sana, sudah barang tentu akan frustasi dan rasanya ingin membuat mereka jera dengan menyerahkan jenazahnya begitu saja (ini versi kalau ngga ingat aturan dari Pemerintah ya). Tapi petugas tidak begitu, mereka sudah kebal diomelin macem-macem. Jadi pemulasaraan jenazah covid sesuai SOP harus tetap dilanjutkan.
Pada akhirnya petugas dari tim pemulasaraan jenazah Covid dari RS A lah yang mulai memasukkan jenazah ke dalam peti. Di waktu yang sama, keluarga mengambil foto-foto, padahal sudah diingatkan.
Sebenarnya untuk apa sih orang meninggal difotoin, divideoin? Ini yang ada dalam benak saya. Istighfar doang lah pokoknya.
Akhirnya petugas memanggil satpam dan memberikan teguran pada pihak keluarga. Setelah suasana kondusif, jenazah dimasukkan peti lalu disalatkan.
Setelah itu jenazah ditempatkan di tempatnya (luar ruangan perawatan jenazah Covid) dan keluarga sudah ada yang bertanya kapan dimakamkan? Dijelaskan bahwa yang memakamkan adalah PSC dan pihak RS A sudah memberi nomor telepon PSC agar keluarga bisa memastikan kapan PSC akan mengambil jenazah tersebut.
Asal teman curhat tahu, PSC 119 merupakan layanan cepat tanggap darurat kesehatan. Layanan ini dibentuk tahun 2016 dan dibawah naungan Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk membantu penanganan kesehatan terhadap masyarakat yang tidak hanya berhubungan dengan kecelakaan tetapi juga dalam situasi kritis. Dalam situasi pandemi seperti ini, PSC termasuk dalam garda terdepan untuk urusan pemulasaraan jenazah Covid-19.
Keluarga terus menerus bertanya kapan dimakamkan sedangkan pihak RS belum juga menerima kejelasan dari PSC. Setelah Ashar, keluarga bertanya lagi kapan akan dimakamkan dan bertanya apakah boleh dimakamkan pakai ambulance lain?
Pihak Rumah Sakit menjawab dan memperkenankan pihak keluarga untuk berkoordinasi dengan PSC. Namun keluarga tidak mau berkoordinasi dengan PSC. Mereka meminta RS yang menghubungi PSC dan pihak keluarga berbicara panjang lebar dengan nada tinggi dan tidak mau tahu dengan prosedur yang sudah ada di seluruh rumah sakit Indonesia ini.
Pada saat-saat keluarga berbicara dengan nada tinggi ada salah satu anggota keluarga yang mendokumentasikan kejadian tersebut. Lalu ada satu petugas Rumah Sakit yang hendak mengingatkan untuk tidak mengambil gambar. Namun, belum sempat berbicara, petugas sudah ditunjuk-tunjuk dengan keluarganya sambil berteriak,
jangan ikut-ikut!Petugas Rumah Sakit pun tersinggung dan berkata,
tidak usah nunjuk-nunjuk mas, tidak sopan.
Uff, sungguh ini pihak keluarga menurut saya aneh sih. Mereka itu kan sudah minta tolong. Mereka butuh bantuan. Tapi sejak datang ke Rumah Sakit sampai proses akhir ini pun tidak menunjukkan etika dan akhlak yang baik. Mereka justru memprovokasi petugas yang sudah lelah mengurus jenazah pagi sampai malam tanpa jeda.
Lalu keluarga pasien mendorong-dorong salah satu petugas dan menarik masker petugas sambil menantang. Petugas pun mendorong salah satu keluarga pasien sebagai bentuk pertahanan diri.
Namun akhirnya dilerai oleh petugas RS yang lain dan kemudian salah satu anggota keluarga yang lain menghampiri dan berkata,
“Anda ini kan Ustadz” katanya sambil memukul wajah salah satu petugas yang melerai.
Petugas yang dipukul tersebut diam, namun rekannya yang lain tidak terima atas perlakuan keluarga pasien yang kasar dan tidak kooperatif. Sehingga banyak petugas RS kemudian melerai, dan pihak keluarga masih saja membuat kegaduhan di Rumah Sakit hingga satpam mengusir keluarga hingga keluar gedung.
Satpam menelepon polisi dan PSC. Lalu ambulance dari keluarga juga bersamaan datang. Disitulah ada negosiasi hingga didapatkan kesimpulan bahwa :
Permasalahan utamanya adalah keluarga yang tidak mau berkomunikasi dengan PSC untuk menggunakan ambulance luar. Jadi setelah polisi, PSC dan pihak Rumah Sakit berkoordinasi, akhirnya dari pihak kepolisian mengatakan :
Untuk sementara dikuburkan langsung saja. Awalnya mau meminta bantuan dari RS dan manajemen RS minta pengamanan dan pengkondisian. Namun setelah dibicarakan dengan tim pemulasaraan jenazah RS, akhirnya tim sudah tidak berkenan, namun RS akan meminjamkan alat-alat dan pemakaman akan dilakukan oleh keluarga sendiri. Ambulance yang mengangkat juga ambulance dari keluarga.
Berdasarkan kejadian tersebut, dapat kita ambil permasalahan yang mendasar bahwa :
1. Kesalahan tersebut diawali dari ketidaksabaran keluarga pasien.
2. Keluarga pasien tidak mau berkomunikasi sendiri dengan PSC.
3. Pihak Rumah Sakit B tidak mengikuti kesepakatan dengan pihak Rumah Sakit A.
4. Tidak ada kejelasan dari PSC kapan dilakukan pemakaman karena ada jenazah dari hari sebelumnya yang juga masih belum diambil sampai saat kejadian tersebut berlangsung (berarti hampir 24 jam).
5. PSC tidak bisa memberikan kejelasan kapan bisa mengambil jenazah. Jika ada kejelasan, misal boleh memakai ambulance dari luar maka Rumah Sakit A akan membolehkan juga. RS pun bisa menjelaskan pada pihak keluarga dan hal tersebut diatas bisa diminimalisir.
Begitulah laporan yang saya tuliskan untuk dikirim pada Walikota Malang sekaligus memohon izin agar Rumah Sakit A untuk sementara ini tidak akan menerima pemulasaraan jenazah Covid dari luar Rumah Sakit A. Semata demi kondusifitas Rumah Sakit dan juga petugas penyucian jenazah di RS A.
Nah kalau sudah begini, masyarakat juga yang akan rugi. Berkurang lagi satu Rumah Sakit yang dengan sukarela memberikan pelayanan untuk perawatan jenazah Covid. Karena tidak semua Rumah Sakit menerima perawatan jenazah Covid, sehingga harus dialihkan ke Rumah Sakit Pemerintah dan juga beberapa Rumah Sakit Swasta.
source : kitabisa.com |
Mengertilah, PSC dan Petugas Pemulasaraan Jenazah Covid juga Manusia yang Butuh Istirahat
Teman curhat, akhir-akhir ini kita sering mendengar berita duka dan bagaimana pemulasaraan jenazah Covid-19 menjadi satu hal yang menarik perhatian kita. Mereka, para petugas pemulasaraan jenazah ini sangat lelah jiwa dan raga menghadapi gelombang kematian yang begitu dahsyat.
Di kota Malang sendiri hampir puluhan jenazah Covid 19 harus disucikan kemudian dimakamkan dengan protokol yang ketat. Mereka semua sesak karena harus memakai hazmat berjam-jam bahkan sampai 12 jam karena jadwal pemulasaraan jenazah Covid yang sangat padat.
Suara sirine terus menggema di sekitar kita. Tolong bersimpatilah dengan mereka yang juga sama seperti kita. Sama-sama manusia, sama-sama punya fisik yang harus dijaga, sama-sama punya keluarga yang harus dihidupi.
Jika kita tidak mau mematuhi protokol maka setidaknya jangan meminta bantuan dengan cara yang arogan seperti kejadian tersebut di atas. Tidak ada petugas yang berwajah sumringah setiap melakukan perawatan jenazah. Mereka semua juga manusia biasa yang pasti sedih ketika kasus semakin membludak dan akhirnya jenazah pun antri untuk dimakamkan.
Bahkan di salah satu akun instagram yang saya ikuti @folkactive, kondisi petugas pemulasaraan jenazah Covid-19 juga banyak yang drop dan terpapar virus ini. Saat-saat pemulasaraan jenazah Covid-19 di sebuah TPU di Jakarta mendulang banyak komentar serta perhatian dari netizen. Bahkan sampai dikerahkan alat-alat berat.
Bagi keluarga jenazah pada hari Jumat kemarin yang sempat membuat gaduh, bahkan memukul salah satu petugas yang membantu memulasarakan jenazah keluarga kalian, satu kata saja sih untukmu sekalian :
Mudah-mudahan keluarga kalian tidak ada yang sakit dan membutuhkan bantuan Rumah Sakit lagi :)
Saya ingin menuliskan ini, semata-mata karena ingin semuanya kembali baik-baik saja. Petugas pemulasaraan jenazah RS kembali lagi pada aktivitasnya yang aman dan nyaman. Menuntun orang-orang yang sakit untuk berdoa, mensucikan jenazah tanpa hazmat, dan segalanya akan baik-baik saja.
Sungguh saya tidak tega dengan perlakuan keluarga besar mereka yang sampai memukul petugas Rumah Sakit. Saya sakit hati dan saya ingin teman curhat mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Bahwa saat ini PSC dan petugas pemulasaraan jenazah Covid pun sedang kewalahan.
Tim PSC di kota Malang ada 40 orang dan dibagi menjadi 2 tim. Ini saja sudah kewalahan dan petugas banyak yang tidak tidur dengan baik di malam hari. Seringkali pemakaman bahkan dilakukan sampai jam 12 malam. Lalu mereka akan bertugas kembali usai Subuh.
source : kitabisa.com |
Meski dalam suasana duka, semua orang juga ingin segalanya cepat selesai. Tapi bagaimana jika memang relawan benar-benar kurang? Saya sih maunya Bani Teluuur yang mau jadi relawan Covid, kan mereka bilang ini semua adalah bisnis. Maka Bani Teluuur boleh banget lho daftar jadi relawan dan baru boleh berkomentar setelah apa yang relawan dapatkan bekerja pagi sampai malam
Tidakkah hati kalian terketuk dan sedikit saja bersabar?
Menangani jenazah pasien COVID-19 sama menakutkannya dengan mengobati pasien COVID-19. Penularan masih mungkin terjadi, namun para relawan ini memberanikan diri untuk memastikan tiap jenazah bisa berpulang dengan selayaknya.
PS. Saya bukan petugas medis, bukan petugas pemulasaraan jenazah Covid, juga bukan anak direktur Rumah Sakit. Saya hanya manusia biasa, penonton sekaligus blogger amatir yang ingin manusia arogan di luar sana sadar bahwa kita semua sudah lelah.
Semoga seluruh pihak diberi kesabaran dan saling memahami, ketika berada di posisi baik keluarga yang ditinggalkan maupun petugas yang mengurus mayat mulai dari pemulasaran sampai penguburan
ReplyDeletesalut sama Rumah Sakit nya...aturan sekalian dipidanakan saja itu keluarga mayat nya
ReplyDeletePidanakan saja , karena sudah melanggar protap, prokes dan perlakuan penganiayan (KUHP) 351
ReplyDelete